Sempat stress dan disparate
pas Zafa bilang tidak mau sekolah. Dan pas dia bilang mau sekolah, sekolah yang
diinginkan ini modelnya sekolah-sekolah alam yang biayanya sangat tidak murah.
Hampir 50 juta pertahun belum biaya bulanan dan printilan-printilannya yang mencapai belasan juta. Dia mau
setelah aku ikutkan program after school di sebuah playland. Program belajar
yang dilakukan sambal bermain. Ampun, untuk TK that's too much rasanya!
Akhirnya, kucoba
telusuri sekolah Nasional, Nasiolan Plus atau international. Selain biaya, hati
kecil ragu karena secara garis besar kurikulum sama hanya Bahasa pengantar yang
berbahasa inggris full dan activity yang berbeda. Ya, kalau cuma demi anak-anak
cas cis cus Bahasa Inggris ya ga usah begitu juga, sih. Wong aku dulu juga ga
sekolah Internasional atau ambil kursus apapun bisa. Kalau kurikulum sama
dengan sekolah nasional (yang nasional perintis internasional) aku lebih prefer
sekolah negeri, karena di sana dia bisa belajar lebih banyak tentang budaya local
daerah kami tinggal plus di sini tantangannya, di sekolah biasa bisa gak kamu
menjadi luar biasa. Aish….tidak semudah yang ditulis pastinya. Hahaha.
Sebenarnya, jauh
sebelum melakukan penelusuran perihal Sekolah Nasional dan Nasional Plus aku
sudah terlebih dahulu bergabung dengan Komunitas Homeschooler sebagai anggota
pasif, sampai pada awal bulan kemarin.
Akhirnya, dua minggu
ini Zafa mulai aktif bermain dan belajar bersamaku. Dan sekarang ada
improvement, dia sudah mulai bisa menulis namanya atau alphabet-alphabet yang
lainnya. Dan, iya….aku fasilitasi saja dia ingin belajar apa. Untuk tahapan ini
masih belajar baca, menulis dan berhitung sambil aku ikutkan activity yang
melatih sosialisasi dan kreatifitasnya.
Eh, sebelum aku
memutuskan mengajari Zafa sendiri aku mencari tahu dahulu, anak-anak usia PAUD
ini apa saja yang diajarkan, kelas TK A apa saja. Akhirnya, mulai kubiasakan
masalah kemandirian, sopan santun kepadanya di usia PAUD. Masalah pendidikan karakter dan kemandirian, aku percaya Ibu sendiri adalah sebaik-baiknya guru yang harus mengajarkannya.
Sungguh tantangan buat
orang tua untuk memberikan pendidikan terbaik buat anaknya. Apalagi jika si
anak menunjukkan ketertarikan belajar ini dan itu. Gak mungkin bukan kita ga
fasilitasi?
Honestly, aku sekarang
itu ga worry banget sih anakku mau sekolah di mana atau apa. Sekolah apa saja
aku yakin anakku akan melakukan yang terbaik. As I said, I put trust on him.
Yang aku worry malah pergaulannya. Hahaha.
Anak-anak di rumah kita
didik dengan baik tentang sopan santun, menghargai orang lain, hormat orang
lain, tapi kita tidak tahu anak-anak lainnya bagaimana? Mungkin diajarkan hal
yang sama, akan tetapi up bringing yang berbeda membawa karakter anak berbeda
juga dalam bersosialisasi. Karena karakter “anak manis” seperti Zafa ini
anaknya males cari ribut yang ga akan membalas walau ga takut kalau ada teman
nyulut. Sekarang saja sudah terlihat, misal di tempat bermain ketemu teman
rusuhin dia, maka yang dia lakukan menjauh dan enggan banyak bicara. Hanya
sorot matanya yang bicara kalau dia gak suka. Lha, kalau ketemu teman sekolah
macam begini bagaimana?
Pada akhirnya, kita
sebagai orang tua harus membuat keputusan terbaik untuk anak-anak kita tanpa
adanya emosi dan expectasi berlebih dari diri kita. Memahami kemauan anak dan
menfasilitasi apa yang dia inginkan itu adalah pilhan terbaik. Memberikan pendidikan terbaik itu yang
utama bukan melulu soal memberikan sekolah yang terbaik. Dan ini bukanlah hal yang patut diperdebatkan, karena kebutuhan tiap anak berbeda.
Dengan adanya Menteri Pendidikan Baru, aku berharap ada perubahan di dunia pendidikan sehingga kekhawatiran para orang tua untuk memasukkan anak-anak ke sekolah umum (negeri) berkurang. Karena apa? Yang aku lihat sekarang, para orang tua merasa ngeri memasukkan anak-anak ke sekolah umum khususnya negeri bukan hanya perihal bullying tapi pada system pendidikan yang ada sehingga para guru hanya memberikan tugas mengisi LKS dan PR-PR. Mendengar cerita teman-teman, pastinya ingatanku langsung pada Bapak dan Ibu guru ku yang memang hatinya ada untuk mengajar, betapa kesabaran dan dedikasi mereka membuat kami menganggap mereka orang tua kami sendiri. Dan doa terbaik buat kawan-kawan pengajar yang mentrasnfer ilmunya dengan ketulusan.
Dengan adanya Menteri Pendidikan Baru, aku berharap ada perubahan di dunia pendidikan sehingga kekhawatiran para orang tua untuk memasukkan anak-anak ke sekolah umum (negeri) berkurang. Karena apa? Yang aku lihat sekarang, para orang tua merasa ngeri memasukkan anak-anak ke sekolah umum khususnya negeri bukan hanya perihal bullying tapi pada system pendidikan yang ada sehingga para guru hanya memberikan tugas mengisi LKS dan PR-PR. Mendengar cerita teman-teman, pastinya ingatanku langsung pada Bapak dan Ibu guru ku yang memang hatinya ada untuk mengajar, betapa kesabaran dan dedikasi mereka membuat kami menganggap mereka orang tua kami sendiri. Dan doa terbaik buat kawan-kawan pengajar yang mentrasnfer ilmunya dengan ketulusan.
Anak saya belum genap 3 tahun pun saya juga cari metode belajar sambil bermain yang sesuai dengan perkembangan anak saya. Saya juga punya ketakutan sama, perihal kasus bullying dan sekolah yg masih menggunakan metode lama, heool apa masih usum ya pake LKS gitu aku aja dulu males loh ngerjain LKS hahaha. Baru tau deh kalo ada komunitas homeshooler, ah aku ke mana aja....
ReplyDeleteMasih usum, Mbak LKS ini, keponakan di sini setiap hari bawah LKS dan tugas dari sekolah, kadang malah yang ngerjain Ibunya, hahahaha
DeleteHarapan terbaik untuk dunia pendidikan kita ya.....kalau tidak kita berpikir saja bagaimana membekali anak-anak kita agar siap bersaing dengan dunia dalam beberapa tahun mendatang karena mengikuti system belajar sekarang sepertinya kurang mumpuni.
Harus stock panad*l ini baca ginian bikin nyut-nyutan mbak, hahaha...
ReplyDeleteHahahah
DeleteGandi Lebay...