Merokok
saat ini adalah habit yang tidak hanya dilakukan oleh para kaum lelaki akan
tetapi para kaum perempuan. Padahal dari kesehatan sudah dipaparkan dengan
jelas apa bahaya merokok sehingga pemerintah pun merasa harus ikut campur dalam
mengurangi perokok terutama dari kaum perempuan ini.
Berbicara
tentang rokok secara netral sebenarnya sangat complicated karena semuanya akan
juga berkaitan dengan penerimaan negara, pemilik bisnis kapitalis dan petani
tembakau (masyarakat). Akan berat kemanakah kebijakan-kebijakan berkenaan
dengan rokok ini?
Dan,
aku berkesempatan menyimak perbincangan Bapak Vid Adison Peneliti
Ekonomi UI serta lewat sambungan telepon bersama Bapak Adbillah
Ahsan Wakil Kepala Pusat Ekonomi Dan
Bisnis Syariah FEB di Ruang Publik
KBR dengan tajuk “CUKAI ROKOK NAIK,
LALU APA?” membuat pikiran kita terbuka tentang langkah tepat apa sih yang
sebenarnya bisa dilakukan kalau ingin konsumsi rokok di negara ini berkurang.
Ya, terlepas bantahan tentang betapa berbahayanya rokok oleh para komunitas
perokok yang ada. Sebagai informasi, menurut data WHO 2015 negara kita ini
adalah pengkonsumsi rokok tertinggi di dunia disusul Yordania di posisi kedua
dan Kiribati di peringkat ketiga. Kita penyumbang asap rokok terbesar, ya?
Sedang data terbaru, dari Databoks Indonesia menduduki kedua setelah Tiongkok, namun menduduki peringkat pertama di Asean, bukan prestasi, ya?
Kalau
bercita-cita ingin menjadi negara peng-export tembakau artinya kita harus
kurangi konsumsi dulu di dalam negeri.
Oleh
karena hal tersebut di tahun 2020 ini, akan ada kenaikan cukai sebesar 23% dan
35% harga jual ecer rokok yang kemungkinan akan menaikkan harga rokok per pack
sekitar Rp. 27,000.00 yang akan diperlakukan mulai Januari. Kenaikan ini adalah
rata-rata yang kisarannya akan menjadi 18% - 35% ke tidaknya 10 jenis industry
rokok. Namun, yang patut dikawal adalah pengenaan cukai tertinggi harus
dikenakan pada industry kretek mesin SKM 1 dengan produksi 3M ke atas setiap
tahunnya dan kretek tangan termurah.
Kenaikan cukai dari sudut pandang
pemerintah
Pemerintah
berpikir bahwa dengan menaikkan cukai maka harga rokok akan naik lalu pemakai
rokok akan berkurang. Terlebih lagi, dari perokok kaum perempuan dan usia
perokok sesuai dengan hasil riset kesehatan.
Jadi,
target dari kenaikan cukai ini adalah 3 aspek sebagaima berikut:
- Kesehatan Masyarakat
- Penerimaan Negara dan
- Pengaturan Industri
Sebenarnya
kalau ingin benar-benar masyarakat bebas rokok ya ga boleh setengah-setengah. Karena
kita mau tidak mau harus mengakui kalau masyarakat konsumtif Indonesia ini
menjadi lahan basah alias pangsa pasar para pengusaha industry kapitalis salah
satunya ya industri rokok ini.
Patut
kita tahu, di negara kita ini rokok kretek tangan yang harganya lebih murah
minatnya malah hanya 20% sangat kecil dibandingkan peminat kretek mesin yang
73%. Kenapa? Ya, adanya iklan-iklan yang memberikan pemahaman tentang satu
brand rokok ini yang membuat emosi masyarakat kita tersentuh sehingga menjadi
consumer terbesar.
Kalau
pemerintah mau melakukan all out artinya harus rela kehilangan pendapatannya
yang sangat besar dari cukai-nya. Kalau ga berindak apa-apa, apa kata dunia?
Paling tidak kenaikan cukai ini adalah upaya yang patut diapresiasi. Dan boleh
dikata win-win solution buat negara dan industri.
Artinya?
Target tercapai atau tidak?
Kita
harus tahu fakta-fakta ini:
- Berapapun harga rokok, para perokok akan mencarinya.
- Kandungan addictive yang memberikan effect menenangkan tidak mudah tergantikan oleh hal lain
- Merokok yang sudah terlanjur biasa (baca:kebiasaan) akan sulit dilepas.
- Perokok (komunitas kretek) juga mengclaimed bahwa merokok itu juga baik buat kesehatan karena kandungan-kandungan yang ada dalam tembakau
Ingin
mengurangi atau bahkan membuat masyarakat berhenti merokok? Sepertinya tidak
mungkin karena dari jaman dulu merokok ini sudah ada walaupun kita tidak bisa
bilang ini budaya atau tradisi yang harus kita lestarikan. Bagi mereka yang
merokok, kalau pun kretek, rokok putih, elektrik tidak ada akan selalu ada
jalan untuk tetap merokok hanya saja jumlahnya tidak akan terus meningkat
seperti sekarang.
Manfaat Merokok
Kalau
kita selama ini aktif membahas tentang bahaya merokok, berikut dari harian
online IDN Times disebutkan setidaknya ada 5 manfaat merokok:
- Merokok menurunkan resiko operasi pergantian sendi
- Merokok menurunkan resiko penyakit Parkinson
- Merokok menurunkan resiko Obesitas
- Perokok memiliki resiko kematian lebih kecil setelah mengalami beberapa serangan jantung
- Merokok Membantu obat jantung Clopidogrel bekerja lebih baik
Kesemua
manfaat itu karena kebaikan yang terkandung pada tembakau, jadi jangan berpikir
karena rokoknya tersebut. Karena bahan yang ada di dalamnya seperti: Bronkadolator, nikotin, perasa, nitrosamine,
ammonia, mentol, filter, gula dan aseltildehide dan asam levulinic kita
harus faham bahwasannya bahan-bahan ini memberikan effect lebih menarik dan
kecanduan. Lagi-lagi emosi perokok kena.
Rokok Elektrik Solusi?
Banyak
orang yang percaya bahwasannya rokok elektrik bisa menggantikan rokok
tradusional dengan alasan lebih aman. Padahal sebenarnya tidak demikian.
Bahkan, effect samping dari rokok elektrik ini dampaknya bisa lebih cepat
daripada rokok tradisional yang mungkin dampaknya baru datang 20 – 30tahun
berikutnya.
Saking
bahayanya, rokok elektrik ini di New York, Amerika sekarang peredarannya sudah
tidak diberikan ijin. Lantas bagaimana di Indonesia?
Beberapa
bahaya
dari rokok elektrik yang paling umum harus kita ketahui:
- Kandungan asap yang dihasilkan rokok elektrik lebih berbahaya dari yang dihasilkan rokok tembakau
- Sama halnya rokok tembakau, rokok elektrik juga bisa membuat kecanduan
- Dapat meledak karena kepanasan
- Menurunkan system kekebalan tubuh
- Mengandung bahan pengawet yang biasa dipakai di kamar jenazah “Formaldehyde”
Nasehat
dari Pak Adbillah “Jangan menambah
masalah dengan rokok elektrik” karena ada benarnya. Berhenti dari rokok
tembakau malah beralih ke rokok elektrik yang sama saja keluar dari mulut buaya
masuk mulut harimau.
Seperti
yang dikatakan Pak Adbillah di akhir
sesi acara kalau
ingin betul-betul mengurangi komsumsi rokok yang harus dilakukan pemerintah
adalah
- Mengurangi aksesnya; yaitu dengan menetapkan peraturan layaknya minuman keras yang tidak dapat ditemukan di sembarangan convenience store atau toko-toko bahkan warung-warung kecil di pinggir jalan
- Iklan rokok dilarang
- Kurangi import tembakau dan tetapkan bea masuk tinggi untuk importnya sehingga otomatis harga rokok pun naik sehingga mengurangi pengkonsumsi rokok
- Selesaikan permasalahan para petani tembakau, tetapkan harga beli yang cukup mahal pada harga tembakau.
- Senjatai para petugas cukai dengan senjata yang memadai untuk mengawasi industri rokok
- Semua kebijaksanaan dilakukan secara berkesinambungan tidak bisa salah satu.
Kesimpulannya, jika pemerintah ingin menaikkan cukai rokok jangan nanggung-nanggung sekalian saja 50-an% sehingga harga ecer masuk ke Rp. 60,000 – Rp, 70,000an, karena hasil survery dari 1000 perokok yang dilakukan oleh Pusat Kajian Kesehatan UI jika harga rokok di range harga tersebut di atas baru perokok baru tidak mau beli rokok, jika tidak? Sekali lagi, walaupun demikian kita tetap apresiasi dong usaha pemerintah melindungi kesehatan masyarakatnya.
Kalau harga rokok filter ditetapkan dengan 50 ribu per bungkus, saya rasa lebih baik. Tapi nanti bagaimana jika beredar rokok tidak resmi di masyarakat?
ReplyDeleteSuami saya biasa merokok pakai tembakau lintingan dan pahpir Koboy jika sedang tidak punya uang, biasanya Djarum Cokelat jika beli rokok murah di warung. Rokok telah jadi bagian dari budaya masyarakat yang sulit dihilangkan.
Nah itu, Mbak.
DeleteKita tidak akan bisa menghabus budaya merokok karena dari dulu merokok sudah menjadi budaya, itu yang saya sebutkan juga. Cuman yang merusak ini kan industri kapital rokok-rokok produksi besar. Mereka menciptakan banyak campaign sehingga memenangkan hati para perokok.